Era post modern seperti sekarang setan-setan itu telah ketinggalan jaman. Sudah jadul dan tidak menakutkan lagi. Oleh sebab itu, khususnya dalam lakon politik, perlu dicipta setan posmo
Setan dan Politik
Oleh: Eko Tunas
KANDANK WARAK - Setan itu budaya, kata Bustanul Arifin, sesuai watak satu negara. Bagi bangsa pengembara macam Jerman atau Inggris, pada jamannya, setannya vampire yang keren itu. Lihatlah Count Dracula, mengembara ke negara-negara asing, untuk mencari pengikut sebanyak-banyaknya, dengan cara menggigit leher..hiii..!
Bagi bangsa wedokan atau nyolongan, setannya pastilah sexy atau yang ngutilan. Di kita dikenal kuntilanak, ingat film "Si Manis Jembatan Ancol" yang diperankan artis sexy. Atau kita juga mengenal Tuyul yang nyolongan itu, ingat film "Tuyul dan Mbak Yul" itulah. Filmnya laris-manis, maklum cita-cita kita memang pengin jadi tuyul bagi Mbak Yul.
Di era orde lama, setiap ada genting politik setan bermunculan. Macam-macam bentuknya. Ada puknyartingi, kapuk anyar mati wingi. Ada si muka rata, teplok berjalan sendiri. Saya kecil pernah menegasi adanya setan, yang dari sini mulai muncul bakat saya bermain drama.
Saat itu menjelang G30S. Suasana mencekam, ditambah ada jam malam disertai pemadaman listrik. Saya mulai memperagakan diri, memasang kapas-kapas di sela jemari dibubuhi obat merah. Lalu di malam gulita itu saya berjalan ke luar rumah, sendirian tentu.
Ada tetangga yang sedang memasak untuk jualan sarapan. Dinding gedek dapurnya berlubang. Saya menyodorkan tangan saya. Karuan Simak berteriak, "puknyartingi..!" lalu pingsan. Tetangga geger, paginya Lurah dan Hansip datang. Mereka percaya adanya setan, saya jadi tertawa.
Nah di era post modern seperti sekarang setan-setan itu telah ketinggalan jaman. Sudah jadul dan tidak menakutkan lagi. Oleh sebab itu, khususnya dalam lakon politik, perlu dicipta setan posmo. Mungkin setan haram atau setan kafir, terserah Anda yang dapat proyek setan.
Kalau saya sih ikut arisan sajalah...