Sekolah rusak jumlahnya mencapai 1,2 juta unit. Itu data tahun 2019. Nah dari data itu Kementrian PUPR menargetkan perbaikan hanya 1.500 unit selama tahun 2020.
![]() |
Edhie Prayitno Ige |
KANDANK WARAK - Di Indonesia, sekolah rusak jumlahnya mencapai 1,2 juta unit. Itu data tahun 2019. Nah dari data itu Kementrian PUPR menargetkan perbaikan hanya 1.500 unit selama tahun 2020.
Sepanjang karier saya jadi jurnalis, berita sekolah rusak tak pernah berhenti. Selalu saja ada. Bukan hanya ruang kelas, namun juga laboratorium dan ruang guru.
Untuk perbaikan ruang kelas, saya ketika SD dulu bersama Lek Mujib juga Kurnia Nindyawati diminta mencari pasir dengan membawa ember kecil. Selain itu juga mencari batu2 di kali Blongkeng.
Jadilah sekolah kami tetap kokoh berdiri. Namun untuk perbaikan ruang guru ternyata memang butuh biaya tak sedikit.
Saya merekam dialog kontraktor dengan seorang Kepala Sekolah yang ingin berswadaya memperbaiki gedung sekolahnya. Dimana kontraktor itu diminta mengajukan RAB bangunan.
"Nggak banyak ya kalau cuma memperbaiki kelas. Itu Rp 300 juta beneran sudah cukup?" tanya si Kepala Sekolah.
"Benar pak. Karena kerusakannya memang bisa diperbaiki dengan dana swadaya masyarakat," jawab si kontraktor.
"Hmmm...tapi kenapa ruang guru yang hanya satu ruangan kecil sangat mahal?" tanya si kepala sekolah.
"Oh ini karena sesuai arahan presiden dan sesuai ketentuan saja. Dimana ruang guru memang dianggarkan Rp 5,7 trilyun. Saya nggak berani ngubah itu pak," jawab si kontraktor.
Hening dan keheningan itu dipecahkan bau menyengat. Rupanya si wedus membawa pulang sampah entah apa. Wedus adalah salah satu anaknya Park Ji Min, kucing calico piaraan Ngenge.
"Oalah telo...eh wedus tenan," saya memaki.