Lagu lama dan barang lawas membuka memori sadar atau pun bawah sadar seseorang tentang masa kecil, masa muda, masa susah, masa berjuang, atau juga masa senang yang telah berlalu, bahkan menimbulkan imajinasi tentang suatu masa yang jauh sebelum seseorang lahir.
![]() |
MH Rahmat |
Oleh: MH Rahmat
(Pengasuh Cagar Wacana Demak)
KANDANK WARAK - Mendengarkan lagu lama, memandang gedung-gedung tua, mengamati barang-barang lawas memiliki keindahan yang berbeda dibanding yang kekinian. Bukan sekedar nikmat didengar atau enak dipandang namun ia menyimpan romantisme terkait dengan pengalaman perjalanan hidup seseorang.
Lagu lama dan barang lawas membuka memori sadar atau pun bawah sadar seseorang tentang masa kecil, masa muda, masa susah, masa berjuang, atau juga masa senang yang telah berlalu, bahkan menimbulkan imajinasi tentang suatu masa yang jauh sebelum seseorang lahir.
Disamping faktor memori, dari sudut estetika hasil-hasil cipta tempo dulu memang syarat dengan unsur keindahan karena merupakan perpaduan pikiran-pikiran ilmuwan dan jiwa-jiwa seniman. Musik dan lagu dicipta bukan semata sebagai hiburan, tapi lebih merupakan pengungkapan nuansa dan peristiwa dalam untaian kata dan irama yang sederhana namun menembus relung jiwa para pendengarnya. Musik dan lagu lama masih terdapat keterlibatan seniman di dalamnya.
Demikian pula dengan bangunan-bangunan, diarsiteki bukan hanya dengan kemampuan matematis yang mengkalkulasi efesiensi kekuatan dan biaya sehingga diperoleh keuntungan yang besar.
Para arsitek pada masa lalu murni bekerja sebagai seorang seniman bangunan. Untung rugi ekonomis adalah urusan para kontraktor. Maka di kota-kota lama dapat kita saksikan gedung-gedung tua yang masih tetap berdiri bukan hanya megah tapi juga indah. Pintu, jendela, dan propil-propilnya yang anggun menggambarkan suatu kejayaan.
Sampai dengan barang-barang hasil industri. Barang-barang kebutuhan manusia pada masa lalu merupakan hasil industri kerajinan yang terbatas. Dicipta oleh tangan-tangan yang memperoleh bakat dari lingkungan secara turun-temurun. Bukan merupakan hasil industri yang dicetak secara masal, sebanyak mungkin dan secepat mungkin supaya cost productionnya murah. Dan sebetulnya secara alamiah tiap-tiap masyarakat memiliki keunggulan masing-masing dalam memproduksi barang.
Ada masyarakat yang unggul pada gerabah, ada yang unggul di keramik, di logam, di lampu kaca, di lonceng dan jam tangan. Industri modern tidak lahir berdasarkan keunggulan-keunggulan tadi karena modal mencari tempatnya berdasarkan kalkulasi mana yang lebih besar memberikan keuntungan. Dibikinlah alat pencetak barang dan dioperasikan di tempat atau negara yang upah tenaga kerjanya murah.
Belakangan ini barang-barang bekas produksi tempo dulu tersebut banyak diminati dan dijual sebagai barang antik. Orang tertarik bukan karena fungsinya karena soal fungsi jelas sudah tergantikan oleh barang baru yang teknologinya lebih canggih dan lengkap.
Beberapa sebab ketertarikan orang pada benda-benda tempo dulu tersebut antara lain; pertama karena dapat membuka memori tentang suatu masa atau episode hidup seseorang. Setrika arang, senter batre everyday, lampu teplok, lampu gantung, jam lonceng, jam tangan tenaga bandul, gramaphone, dan lain-lain bagi generasi yang masih menjumpai era tersebut dan mendapatkannya lagi pada era kekinian pada lapak barang antik atau sebagai pajangan di kafe-kafe merasa bagai mendapat kejutan yang membawanya melintas waktu.
kedua adalah ketidakmampuan ekonomi pada masa lalu. Barang-barang seperti setrika, jam dinding lonceng, radio tabung, dan lampu gembreng pada eranya tergolong barang mahal. Untuk dapat memilikinya butuh pengorbanan materi yang cukup besar. Pada tahun 70-an harga untuk dapat memiliki jam tangan yang dijual di pasaran adalah sama dengan dua ekor kambing.
Harga untuk sebuah radio sama dengan satu ekor kerbau. Harga untuk sepeda ontel sama dengan dua petak sawah. Harga motor Honda Benly tidak bisa dicari ukurannya karena yang punya hanya kepala desa dan dia tidak menjual sawah untuk membeli motor tersebut. Mungkin dengan dana Bandes tapi rakyat tidak pernah tahu. Ketidakmampuan ekonomi pada masa lalu itu menarik orang untuk memilikinya sekarang meski sudah menjadi barang bekas.
Ketiga adalah keunikan dan keunggulan kualitas bahan barang tempo dulu. Generasi yang tidak menjumpai era dipergunakannya barang-barang tempo dulu tersebut bahkan tertarik pada keunikannya. Benda-benda keramik dengan bentuk dan ornamen yang unik. Lampu gantung dengan pingulan yang terlihat elegan ketika terpajang. Kebanyakan barang tempo dulu mengambil alam sebagai inspirasi bentuk.
Lampu mobil dan lampu motor bentuknya dibikin seperti mata kodok. Jam tangan dengan kaca cembung seperti mata belok wanita, menarik minat generasi yang jauh dari eranya karena bahan logamnya berkualitas tinggi sehingga memiliki aura mewah dan keunikan bentuknya tidak membosankan.
Beberapa tahun lalu barang-barang tempo dulu tadi banyak dijual rosok oleh rumah tangga karena sudah tidak dipakai dan juga komponen-komponennya sudah tidak lengkap karena rusak atau hilang. Dari tukang rosok masuk ke penggilingan barang bekas untuk didaur ulang sebagai campuran produksi logam. Namun seiring dengan maraknya minat pada barang-barang tempo dulu tukang rosok kini menjual kategori tertentu pada pedagang lapak antik.
Berkembangnya media sosial turut memudahkan dalam mencari pasangan untuk barang-barang yang komponennya tidak lengkap. Melalui group-group jual beli barang antik di media sosial dapat ditemukan komponen yang tidak lengkap tersebut pada penjual di tempat lain secara online. Tidak heran kini lampu-lampu lawas, jam lonceng, dan bangkai motor kuno dapat bangkit kembali sebagai barang mewah yang lengkap.
Video pilihan: