Setengah abad terakhir, krisis ekonomi 1998 adalah yang terdahsyat bagi bangsa Indonesia. Meski mengalami guncangan dalam berbagai skala, nyatanya toh, bangsa ini kuat menghadapinya.
![]() |
Lukman Wibowo |
Oleh: Lukman Wibowo
(Ketua Komisi Kebijakan Publik PWOI Kota Semarang)
KANDANK WARAK - Setengah abad terakhir, krisis ekonomi 1998 adalah yang terdahsyat bagi bangsa Indonesia. Meski mengalami guncangan dalam berbagai skala, nyatanya toh, bangsa ini kuat menghadapinya.
Setelahnya, kita diuji dengan bermacam hal, mulai dari terorisme, korupsi yang kian sehat, pembelahan kubu politik, saling lempar bom medsos, hingga upaya memecah bangsa ini dengan berbagai isu sara. Lagilagi, bangsa ini tetap tegar berdiri.
Kali ini, kita diuji dengan corona. Awalnya, kita mengendap dan ngumpet. Ketakutan bergegas menyelimuti. Publik nir informasi; mana info yang dibesarbesarkan, mana yang direduksi. Bisa berdampak pada anjloknya ekonomi masyarakat. Namun kecerdikan bangsa ini lebih tinggi ketimbang rasa takutnya.
Masyarakat cerdik memanfaatkan situasi. Corona justru menjadi lahan bisnis baru. Apa saja bisa dijualbelikan atas nama corona. Sabun anticorona, masker ajaib, minyak, buah anticorona, jamu, sayur anticorona, penyemprotan, sandal kesehatan, sapu antiseptik, air yang didoakan, hingga baju anticorona. Lainnya, penggiat medsos untung besar dari corona.
Ketakutanketakutan maut yang viral, disikapi dengan kerendahan hati: "apa iya Tuhan menguji berlebihan".
Transaksi ekonomi tetap berjalan, hanya berubah pola. Pusatpusat keramaian terpolarisasi; orang saling bertransaksi pada jarak yang lebih mudah. Keuntungan bagi ritel kecil, juga bisnis online. Awalnya memang canggung, tapi tak soal.
Bisnis kelas menengah-atas sempat goyang, namun bukan orang Indonesia kalau kelak tak bisa mengakalinya.
Dan, di sejumlah daerah yang terkategori pelosok, corona disikapi secara adem. Bukan diremehkan, melainkan lebih banyak berserah diri. Yakin "mati urip urusane Gusti". Praktisnya, petani tetap bertani, nelayan tetap cari ikan, pasar krempyeng tetap buka, pilkades tetap ramai, dan seterusnya.
Bagi sebagian orang, dampak ruhani juga menunjukan kenaikan. Mulai dari sering wudu, berdoa, hingga mencoba kembali mengingat Tuhan. Pikiran mulai dinetralisir: memasukan energi positif kehidupan. Lagilagi, ada keuntungan.
Kedepan, kita bakal berjalan sempoyongan, keguncangan bisa terjadi di sana sini. Tapi sikap tidak gegabah, tidak meremehkan, bijak mengambil keputusan, adalah kunci bagi tegaknya langkah perjalanan bangsa ini.
Berbagai elemen bangsa, seyogianya bisa memposisikan diri. Siapa yang ambil porsi bergerak, siapa yang ambil porsi diam. Elemen yang bergerak, bergeraklah efektif. Elemen yang diam, diamlah: jangan memperkeruh keadaan.
Berharaplah, corona tidak mampu menjatuhkan bangsa ini, baik dari segi ekonomi maupun segi imaterial. Mudahmudahan.
Banyumanik, 18/3/2020. 20:14 WIB
Video pilihan: