Iqbal Wardoyo turun dari KRL Commuter Line di Stasiun Kebayoran Oleh: Cak War KANDANK WARAK - Suatu Pagi di sebuah kereta l...
![]() |
Iqbal Wardoyo turun dari KRL Commuter Line di Stasiun Kebayoran |
Oleh: Cak War
KANDANK WARAK - Suatu Pagi di sebuah kereta listrik.
Sepertinya hanya ada di Jakarta. Sebelumnya kami bertiga numpang makan, ngopi, ngudut,
terutama dan utama itu melekan bersama di Bogor rumah salah satu kawan kami
yang biasa dipanggil Wawan Ikan. dipanggil Wawan Ikan memang kebetulan dia
bekerja di Kementerian Kelautan dan ia tidak pernah kuliah jurusan kelautan. Jika
di suruh renang, ia akan memilih kolam yang dalamnya setengah meter.
Dari Bogor kami hendak menuju Jakarta. Menaiki kereta listrik.
Kereta Listrik tersebut dikenal dengan KRL Commuter Line, biasa orang-orang
menyebutnya KRL.
Harap maklum, jika kami masih mengantuk karena semalam sudah
menyempatkan waktu untuk silahturahmi dengan teman-teman sampai subuh.
Silaturahmi dengan teman diantaranya, Abdul yang bekerja di pusat
bisnis peternakan spesialisasinya makanan dan nutrisi. Ada juga tidak jauh-jauh
dari peternakan, saudara Roni yang bergerak dibidang kuliner kambing. Ia
menerima jasa aqiqah, masakan kambing guling, dan tentunya kuliner spesialis
kambing bisa cek di https://www.gonamaqiqah.com. Eh…ya ada juga yang bergerak di bidang media,
Hadi namanya saat ini mengeloa media https://www.hops.id.
Karena hari itu hari minggu, KRL tidaklah begitu ramai
sehingga banyak kursi yang tersedia untuk kami duduki, Alhamdulillah, rasa
kantuk tidaklah tertahan, begitu nikmatnya rasa kantuk pemberian Allah.
Sebut saja teman saya itu Jay (bukan nama sebenarnya) menikmati
rasa kantuk itu sepuasnya. Jay ini sosok Preman dari Kota semarang, jenis
preman yang masih takut berbuat dosa. Rambutnya gondrong dan acak-acakan,
jenggot yang mulai beruban. Seperti layaknya seorang seniman, budayawan, dan yang
terakhir seperti Para Kalongers.
Tubuh kurus kurang gizi lebih tepatnya kurus tirakat. Ia sangat berhati
hati apa yang masuk ke dalam tubuhnya. Dia adalah kemurnian ide, laku hidupnya
adalah bertentangan dengan laku hidup Jakarta.
Tradisi yang berkembang di dalam KRL adalah berebut tempat
duduk. Maka untuk menghormati Lansia, bumil dan para penyandang cacat, ada
aturan tempat duduk prioritas. Sampai ada juga namanya gerbong khusus wanita di
setiap rangkaian kereta.
Kami naik dari rangkaian gerbong khusus tersebut, dan berjalan
ke rangkaian free gerbong, karena ada petugas yang siap-siap mengusir para
lelaki yang mau duduk di gerbong tersebut.
Sampai di free gerbong saya dan Jay duduk dengan bebas. Sedang
teman kami Beta (naman sebenarnya) memilih untuk berdiri di depan pintu masuk.
Disuruh duduk dia tidak mau, padahal ada kursi kosong. Barangkali ia lagi olah
raga pagi dan menjalani laku tirakat diet alami.
Pada sebuah stasiun, masuklah seorang cewek. Masih muda,
langsing, putih warna kulitnya, layaknya kaum muda milenial. Dia tidak kebagian
kursi. Tetapi karena free gerbong dan dia juga masih muda, maka aturan aturan
diatas tidaklah berlaku bagi dia atau kami.
Setelah beberapa stasiun berjalan, Beta duduk disebelah saya.
Setelah laku dietnya ia jalani beberapa menit. Tepatnya saya diapit oleh Jay
dan Beta. Setelah berjalan beberapa stasiun lagi, tempat duduk sebelah Jay
kosong. Maka wanita tersebut duduk disebelah Jay.
Ada kejadian menarik lebih tepatnya momen menarik ketika si
wanita tersebut hendak duduk di sebelah Jay. Dia memandang Jay sebentar dan
terlihat keraguan, kekwatiran, ketakutan di wajahnya dan terbukti ketika dia
duduk.
Begitu dia duduk, dia tidak duduk seperti orang-orang Jakarta yang cuek. Dia duduk dengan memberikan jarak, seperti ada sebuah penyakit didekatnya. Saya tidak tau apakah dia duduk dengan nyaman?
Apakah si Jay itu Corona? Apa si Jay itu Penjahat? Pencopet?
Buronan? Penyakit menular?
Alhamdulillah, Jay tidak tau sementara ini. Semoga Allah
mengampuni Wanita tersebut.
Video pilihan: